Laman

Senin, 13 Januari 2014

Bukit Doa : Damai di Tomohon

    Yeee,,nulis lagi, dua minggu lebih sepertinya setelah tulisan pertama tahun ini. Resolusi menulis setiap minggu harus dibarengi tekad yang luar biasa. Hihi, walo tulisannya bahasanya masih kaku, yups tetep harus semangat belajar nulis.

    Minggu kemarin akhirnya bisa jalan-jalan ke Bukit Doa. Dari beberapa hari sebelumnya uda berencana sama Rensi  (temen sekantor, sekos). Janjian berangkat jam 8 pagi, tapi rasa malas beranjak dari kasur, akhirnya jam 9 kami keluar kos. 

     Bila sehari-hari kami disuguhi kota Manado yang penuh Mall, rumah-rumah yang berdekatan, pohon yang jarang. Hari ini kami merasa pagi yang berbeda. Bukit Doa terletak di Tomohon yang notabene adalah dataran tinggi. Rasa dingin di kulit tapi menyegarkan. Hijaunya setiap jalan yang kami lewati. Rasanya sangat nyaman di mata dan hati.

    Layaknya jalan di daerah pegunungan, jalannya berkelok-kelok dan ini kali pertama berkendara dengan motor ke sana, maka laju kendaraan maksimal 50 km/jam. Pagi ini jalur Manado-Tomohon lumayan padat juga. Setiap mau menyalip paling berani cuma satu mobil terus uda dapet belokan. Namun hal ini cukup menyenangkan, kami bisa menikmati setiap detik jalan yang di lewati.

      Oh ya, kl kalian tertarik ke sini g perlu khawatir nyasar, jalan Manado-Tomohon merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan kedua kota ini. Selain itu, banyak petunjuk jalan menuju Bukit Doa. Pilihan transportasi umum bisa dipertimbangkan. Dari Terminal Karombasan cukup naek bus sekali  jurusan Manado-Tondano kayanya tarifnya gak sampai 10 ribu rupiah. Bus ini akan melewati  depan gerbang Bukit Doa. Cuma kalo naik bus, akan kesulitan menjangkau puncak bukit, bagi yang biasa naek gunung sih g masalah. Namun, bagi orang-orang malas olah raga membutuhkan banyak tenaga. Jadi mungkin lebih baik menyewa mobil kalo pergi berombongan.

     Sekitar sejam kami sampai di Bukit Doa. Cukup mengeluarkan uang 10 rb untuk tiket masuk. Namun, itu sangat murah bila dibandingkan dengan yang didapat di tempat ini. 

Aku dan Rensi dengan latar gunung Lokon

    Saat memandang ke atas, wowww, tanjakannya lumayan curam dan tinggi. Bismillah, pasti bisa. Kutarik gas motor perlahan, saat melihat ke kanan, gunung Lokon terlihat menjulang indah. Sayang, jalan menuju puncak Bukit Doa membutuhkan konsentrasi buatku.

     Yuhuuu, perjuangan menuju puncak sangatlah worthed. Mata langsung disuguhi hamparan rumput luas yang sangat bersih. Kanan kiri jalan berjajar pohon cemara. Dan sebuah kapel beratap seng merah dengan latar gunung Lokon yang masih berkabut. Dan yang jarang ditemukan di tempat wisata di Indonesia tempat ini sangat bersih dan tertata rapi dari pintu gerbang hingga puncak Bukit. Hampir setiap 10 m ada tempat sampah. Banyak pekerja di setiap jalan yang tadi aku lewati entah memotong rumput, menggosok jalan batu agar tidak berlumut. 

   Kami menyusuri jalan menuju kapel. Bentuknya sederhana namun unik. Pintu kapel terbuat dari kayu berbentuk kotak polos tanpa cat, natural, namun itulah keindahannya. Pintu ini tidak memiliki gagang, cukup didorong. Saya ikut masuk kapel sementara rensi berdoa, interiornya polos, tidak seperti gereja kebanyakan yang biasanya megah. Kursi disusun berundak ke bawah, di bagian depan ada meja yang mgkin untuk tempat pendeta. Simpel tapi bagus menurut saya. Hihi, sepertinya romantis bila pemberkatan pernikahan di tempat ini. Paling hanya 10 menitan kami di dalam kapel.

 

   

    Kaki kami bergerak menyusuri kapel menuju bagian belakang. Beberapa orang tampak berfoto dengan latar gunung Lokon. Saat tiba di belakang, ternyata kapel memili bagian bawah yang tidak kalah bagusnya.

 

Bagian bawah kapel

     Ada tempat yang dinamakan amphiteater, tempatnya berupa undakan hampir melingkar penuh. Di sini terdapat bapak yang sedang memebersihkannya. Sebenarnya bukan di tempat ini saja tapi hampir di setiap sudut tempat.

   

 

 

     Tempat ini bener-benar luas namun konsep penataannya sangat detail dan bagus. Sejak smp saya kadang mendengar kata gua Maria. Tapi baru hari ini saya melihatnya. Bagian di Gua Maria ini juga bagus, di depannya ada kolam, yang ditata dengan indah, terdapat beberapa bebatuan dan ikan-ikan yang berwarna-warni.

   

Kutipan Injil di Lorong "Gua"

    Gua Maria ini dihubungkan dengan jembatan kecil menuju sebuah lorong kecil. Lorong ini menuju stasi. Nanti aku jelasin apa itu stasi bagi yang gak tau. Hoho,awalnya aku juga gak tau kok.

Jemabatan menuju lorong stasi

      Di awal lorong, di bagian atasnya ada kutipan dari Injil yang ditulis dalam dua bahasa. Lorong ini sepanjang 20 meteran dan benar-benar gelap. Untung ada cahaya dari hape yang bisa menyinari jalan. Ujung dari lorong ini adalah meja batu, yang diibaratkan makan Yesus. Saat dari keluar lorong, di depannya ada patung. Nah, itu yang disebut stasi. Stasi artinya pemberhentian. Nantinya akan ada 14 pemberhentian berupa patung-patung tentang kisah sengsara Yesus. Di setiap stasi terdapat papan penjelasan dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris. Bagi umat nasrani, berlibur ke tempat ini mungkin bisa sekalian ziarah. 


Papan Penjelasan Stasi

        Yang menarik dari tempat ini, stasi-stasi ini di buat dengan konsep hutan. Bener-bener hutan, bukan hutan buatan. Di samping stasi, ini pohon-pohon hijau yang menyejukkan mata. Untuk melewati stasi-stasi melewati jalan setapak berundak ke bawah yang di pinggirnya ada pagar yang dibaluk ijuk hitam. Bagian penyangganya dari batang aren yang sudah hitam. Jadi pagarnya menyatu dengan hutan. Kami berjalan mungkin hanya sampai 7 stasi. Pada saat turun tidak mengeluarkan energi, namun saat naik baru terasa capek.

Hutan yang asri

        Untung tempat ini dilengkapi cafe. Cafe ini menyediakan makanan yang semua halal. He, tapi saya cuma beli pop mie, yang jelas-jelas halal. Dan saat di cafe ini hujan turun. Suasananya bener-bener menyenangkan untuk duduk berlama-lama. Dan saya merasa beruntung datang pagi-pagi. Saat siang orang banyak berdatangan. Tempat ini lebih menyengkan dinikmati saat sepi. Berbicara dengan diri. Lebih mengenal diri. Saat hujan reda rasanya berat pergi dari Bukit Doa. Kalo kalian ke Manado dengan senang hati saya mengantar ke sini. See you next story...

Nb : Maaf, foto amburadul kapan2 dibenerin, uda jam 12 malam, mata uda ngantuk.

Suasana trek stasi yang asri


 





 

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar